logo blog
Selamat Datang Di Info Blog
Terima kasih atas kesediaan anda berkunjung di Info Blog ini,
Semoga apa yang Info Blog share dan tulis di sini dapat bermanfaat dan memberikan motivasi pada kita semua
untuk terus berkarya dan berbuat sesuatu yang dapat berguna bagi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.

People 2.0 vs Government 1.0 : Berbicara dengan Tembok

Info Blog, promoInfo Blog. Kapan saat terakhir Anda berbicara dengan brand? Menanyakan sesuatu atau bahkan mengutarakan kekesalan atau kekecewaan pada layanannya? Menggunakan media apa saat Anda berkomunikasi? Melalui hotline services, melalui twitter nya atau ‘contact us’ di website?

Ceritakan pengalamannya – apakah di sisi Brand ada yang merespon? Ada yang mendengarkan dan kemudian secara atentif menjawab dengan baik pertanyaan dan keluh kesah seputar brand tersebut?

Ataukah, Anda merasa seperti berbicara dengan tembok saja? Sudah menulis panjang lebar dan berbicara sampai berbusa-busa – pengelola brand nya pura-pura tidak dengar dan tidak mengerti, malah sibuk berbicara sendiri.

Jika itu yang terjadi, berarti Anda saya nobatkan sebagai KONSUMEN 2.0, sedangkan brand tersebut cocok diberi label BRAND 1.0.  Yang satu sudah 2.0 yang lainnya masih 1.0. Makanya jadi : ‘Jaka Sembung Naik Ojeg. Gak Nyambung, Jack!’

Brand 2.0

Banyak perusahaan yang masih menutup diri pada feedback konsumennya. Usulan akan perubahan layanan masih dijawab dengan “maaf itu tidak mungkin dan tidak sesuai dengan peraturan perusahaan”.

CEO perusahaan itu masih bergaya jadul, menganggap konsumen adalah pihak yang membutuhkan brand. Para eksekutif masih menganggap para vendor sebagai supplier tidak penting – bukan sebagai partner yang akan membantu perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumennya.

Peraturan perusahaan yang ada yang seharusnya dibuat atas dasar kepuasan pelanggan, berfungsi sebaliknya. Eksekutif perusahan masuk ke dalam comfort zone, peraturan dibuat untuk memudahkan perusahaan, bukan memudahkan konsumen atau partner bisnisnya.

CEO dan Eksekutif perusahaan dengan gaya “Listen to me. I am talking” ini semakin lama akan semakin ditinggalkan konsumennya, terutama konsumen generasi baru, dari kelompok yang sudah tidak lagi hidup dalam alam jadul 1.0 , yaitu era komunikasi satu arah.

Dengan bantuan teknologi komunikasi, konsumen generasi baru punya banyak cara untuk ‘talk back’ atau merespon perusahaan, seolah mengatakan: “Are you finisihed talking? OK. Now, you listen to me!”. Esensi era 2.0 adalah dimana perusahaan dituntut untuk membuka komunikasi dua arah, yang melibatkan kepentingan dua belah pihak.

Perkembangan menuju komunikasi dua arah yang dimungkinkan dengan teknologi ini bahkan tidak hanya berhenti hingga 2.0 saja. Saat ini teknologi komunikasi bahkan telah memungkinkan konsumen bergerak masuk ke era 3.0.

Jika di era 2.0 Brand masih bisa mengandalkan komunikasi dengan konsumen pada segmen tertentu, di era 3.0, Brand harus siap dengan situasi yang semakin customized.

Pergeserannya adalah dari Company Power (1.0)  menuju Consumer Power (2.0) lalu Individual Power (3.0).

Kebutuhan setiap individu mulai berbeda satu dengan lainnya dan ini bisa diikuti apabila secara teknologi perusahaan mempunyai cara untuk mendapatkan insights pemahamannya. Individu sudah menjadi ‘center of the universe’ dengan kemampuan gadget canggih mobile phone yang dibawanya.  “The whole world in my hands! My Device is Me.”

Apakah Perusahaan Anda sudah siap untuk berubah?

Government 1.0

Menghubungkan situasi Konsumen 2.0 vs Brand 1.0 ini mengingatkan saya pada situasi yang berkembang belakangan ini. Ribut-ribut gonjang-ganjing reshuffle kabinet itu sebetulnya untuk siapa? Untuk masyarakat atau untuk pemerintah sendiri? Di konteks perusahaan, seringkali pergantian organisasi dilakukan bukan untuk kepentingan konsumen tetapi untuk mengakomodasi keinginan dan melestarikan power eksekutif tertentu.

Wah! Jangan-jangan People 2.0 tidak sadar sedang berbicara dengan TEMBOK.

Di satu sisi, dimana masyarakat sudah berubah menjadi People 2.0 (bahkan sebagian sudah menjadi People 3.0), pemerintahnya masih nyaman-nyaman saja menjadi Government 1.0.

Benar, saya kuatir, telah terjadi ketidakseimbangan. Karenanya People semakin lama menjadi semakin dissociate atau menjauh dari Brand “Government” yang sedianya adalah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan organisasi bernegara.

Government sudah seperti perusahaan yang larut dalam agendanya sendiri. Organisasi  perusahaan dirubah bukan karena tekanan atau kebutuhan dari konsumennya, melainkan dirubah atas dasar kepentingan kelompok para eksekutifnya.

No wonder konsumen (People) makin tidak peduli kepada brand (Government) lagi.

Dalam brand audit, situasi tidak seimbang ini dievaluasi, sehingga apapun yang menjadi keresahan konsumen bisa diidentifikasi sedini mungkin. Perusahaan yang sudah masuk ke dalam pemahaman era 2.0 akan segera membuka diri, berbicara dengan hati terhadap konsumennya, dan menterjemahkannya kepada kegiatan-kegiatan yang punya makna untuk konsumennya.

Reshuffle ini hanya punya makna untuk Pejabat-pejabatnya. People bahkan dianggap tidak perlu tahu ukuran penggantian pejabat. Kalau ada yang dilengserkan, diminta terima saja. Bagaimana urusan KPI (Key Performance Indicator) nya? People tidak dilibatkan, padahal dalam era 2.0 kata kuncinya adalah engagement, interactivity, conversation.

Yang saya lihat adalah People 2.0 dan People 3.0  kaum muda yang diwakili oleh para mahasiswa tidak melihat big picture hambatan ini. Bahwa yang dihadapi adalah para bapak-bapak dan ibu-ibu yang tergabung pada kelompok Government 1.0.

Dalam demo mahasiswa, nyata bahwa frekuensi komunikasi sudah tidak nyambung. Yang satu berbicara topik apa, yang diajak bicara kalaupun berusaha keras pura-pura mendengarkan, terasa sekali bahwa pemahaman People nya sangat rendah.

Mau mulai dari mana benang kusut ini diuraikan? Saya menunggu Agent of Change di Government yang mau melakukan turn around. Perubahan GAYA. Tanpa itu, Government akan tetap dengan gaya lama 1.0. “Listen to me, People. I am talking!”

People akan tetap seperti berbicara dengan tembok. Tembok yang berisi iklan-iklan jargon pesan perusahaan (Government), yang sudah basi, sudah tidak relevan lagi bagi konsumen (People) nya.

Listen. Talk. Engage. Kami merindukan Government 2.0.


Artikel asli :

http://amaliamaulana.com/branding/people-2-0-vs-government-1-0-berbicara-dengan-tembok/

Enter your email address to get update from Info Blog.
Print PDF
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »

Silahkan meninggalkan komentar yang sesuai dengan artikel di atas, komentar anda sangat berguna bagi perkembangan blog ini di masa-masa mendatang.
Mohon jangan melakukan spam, atau promosi produk atau apapun yang tergolong hal-hal negatif
Mohon maaf bilamana terjadi keterlambatan balasan komentar.

Copyright © 2015. Info Blog 97 - All Rights Reserved | Template Created by Info Blog Proudly powered by Blogger