Info Blog. Sebelum peluncuran BBM jenis Pertalite, Pertamina pun telah memasarkan beberapa
jenis Bahan Bakar Minyak untuk kelas konsumen yang berbeda, seperti
halnya Premium, Pertamax dan Pertamax plus. BBM jenis Premium,
sejatinya dipasarkan untuk para pengguna kendaraan umum dan sepeda motor
yang membutuhkan BBM dengan harga terjangkau. Sedangkan Pertamax dan
Pertamax Plus dipasarkan bagi pemilik kendaraan pribadi atau kalangan
menengah keatas, yang harganya sedikit lebih mahal.
Faktanya di pasaran, perbedaan peruntukkan berbagai jenis BBM tersebut tidaklah dapat berjalan sebagaimana mestinya. Kendaraan-kendaraan pribadi termasuk golongan mobil-mobil mewah tetap saja mempergunakan BBM jenis Premium, sehingga pada akhirnya masyarakat kecil-lah yang nantinya akan menanggung akibatnya dengan peluncuran BBM jenis Pertalite ini.
Dikarenakan harga Pertamax dan Pertamax Plus lebih mahal, maka pihak
Pertamina pun merilis BBM jenis baru, yaitu Pertalite. Saat ini
Pertalite masih memiliki harga promo yang begitu murah, sehingga jenis
BBM yang digadang-gadang mempunyai kualitas lebih baik dari premium ini
akan menjadi pesaing baru untuk Pertamax dan Pertamax Plus.
Yang Pertama dari segi Oktan, Bilangan oktan atau yang disebut
Research Octane Number (RON) merupakan kadar angka yang menunjukkan
besarnya kekuatan tekanan BBM terhadap mesin kendaraan. Semakin tinggi
kadar oktan jenis Bahan Bakar Minyak, maka efek terhadap kinerja mesin
kendaraannya pun semakin bagus. RON yang dimiliki oleh Pertalite yaitu
90. Sedangkan untuk Pertamax dan Pertamax Plus masing masing punya RON
92 dan 95.
Kemudian dari segi warna cairan. Cairan BBM jenis Pertalite berwarna
hijau terang sebagai akibat pencampuran bahan jenis Premium dengan
Pertamax. Sedangkan untuk Pertamax, cairannya berwarna biru kehijauan.
Dan untuk Pertamax Plus sendiri cairannya berwarna merah, karena tidak
menggunakan pewarna yang menjadikan pembakarannya pun lebih sempurna.
Dari sektor harga, setelah subsidi Bahan Bakar Minyak dilepas, harga
Pertamax dibanderol dari Rp. 9.300 per liter untuk daerah Ibu Kota
Negara dan sekitarnya sampai dengan Rp. 21.700 per liter untuk daerah
Papua. Sedangkan untuk Pertalite, sampai dengan saat ini Pertamina pun
belum menyampaikan mengenai harga pastinya. Pasalnya memang Pertalite
pun baru muncul bulan Juli ini. Akan tetapi menurut pemberitaan kepada
media, direksi Pertamina menyampaikan bahwa Pertalite akan dipatok harga
sebesar 8.500 per liter.
Berikut ini beberapa artikel tentang BBM Pertalite tersebut :
ALASAN PENGGUNAAN PERTALITE TAK MASUK AKAL
Pemerintah beralasan mengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium menjadi Pertalite karena merusak lingkungan. Namun, pasalnya alasan tersebut dinilai tidak masuk akal.
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan, sejak Orde Baru negeri ini juga sudah menggunakan premium, bahkan di bawah RON 88, namun hingga saat ini belum terdengar adanya penelitian tentang dampak penggunaan premium itu. Selain itu, pemerintah juga belum pernah menjelaskan dan tidak bisa membuktikan ke publik adanya masalah lingkungan karena digunakannya premium yang RON-nya 88 apalagi di bawah RON 88.
"Amerika Serikat, Rusia, Mesir dan beberapa negara lain hingga saat ini juga masih menggunakan BBM sejenis premium RON di bawah 88. Jadi jika premium dinyatakan sebagai BBM yang tidak ramah lingkungan, kenapa negara besar itu, masih menggunakan premium," ujar Sofyano Zakaria saat dihubungi, di Jakarta, Sabtu (18/4/2015).
Dia menambahkan Jika alasan mengganti premium dengan pertalite karena alasan importasi dan mencurigai hanya pihak tertentu saja yang bisa memasok RON 88, maka hal itu seharusnya dikesampingkan karena pemerintah tidak lagi menanggung beban pembelian premium, karena sudah tidak disubsidi lagi.
"Tetapi kenyataannya baik premium pertalite, dan pertamax tetap saja masih mengandalkan impor sehingga tetap saja ada peluang bagi 'pengusaha hitam' untuk bermain dalam pasokan BBM tersebut, dan tetap bergantung kepada pemasok luar negeri," ujarnya.
Harusnya, menurut Sofyano pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap tender pembelian atau pengadaan premium RON 88 itu, seperti dengan menangani secara langsung pembelian BBM tersebut, serta tidak menyerahkannya ke Pertamina, guna menghilangkan kecurian tersebut.
(http://economy.okezone.com/read/2015/04/18/19/1136316/alasan-penggunaan-pertalite-tak-masuk-akal)
PEMERINTAH PASARKAN PERTALITE
PT Pertamina (Persero) berharap keputusan memunculkan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dapat diterima masyarakat. Vice President for Corporate Communication PT Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, keputusan ini diambil lantaran adanya pendapat berbagai kalangan yang menilai BBM jenis premium sudah tidak baik digunakan untuk kendaraan.
"Paling utama kita lihat rekomendasi dari beberapa kalangan, bahwa kebutuhannya memproduksi ron diatas 88. Kita berharap bisa diterima dengan baik," kata Wianda dalam Bincang Pagi Metro TV, Minggu (19/4/2015).
Namun, kata dia, keputusan memunculkan pertalite ini tidak serta merta menghilangkan BBM jenis premium yang memang masih dibutuhkan masyarakat.
"Ini juga tidak serta merta menghapuskan premium. Kita akan lihat bagaimana distribusinya. Karena pun butuh waktu untuk masa transisi (dari premium ke pertalite)," ujar dia.
Pertamina, kata dia, sudah terus melakukan pembicaraan dengan pemerintah tentang wacana pemunculan BBM jenis pertalite ini. Apalagi, kata dia, jika dilihat dari segi emisi dan dari kebutuhan mesin ron 88 kurang baik untuk dikonsumsi.
"Kita sebagai perusahaan ingin menservice masyarakat dengan produksi yang berkualitas. Aksi-aksi melakukan kreatifitas atas rekomendasi dari berbagai pihak. Tapi kami masih melakukan proses," tandas dia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan pihaknya telah memberi lampu hijau kepada PT Pertamina (Persero) untuk meluncurkan varian baru BBM pengganti premium bernama Pertalite.
Menurut Sudirman peluncuran Pertalite untuk menghapus secara bertahap peredaran premium di masyarakat, produk premium memiliki fitur yang tidak ramah lingkungan dan kerap menimbulkan kecurigaan lantaran spesifikasinya yang sudah tidak ada di pasar internasional.
Rencana PT Pertamina (Persero) yang akan meluncurkan bahan bakar minyak (BBM) varian baru, Pertalite, menimbulkan pro kontra. Selain dinilai tidak prorakyat, penggunaan Pertalite justru malah membebankan masyarakat.
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan pada dasarnya rakyat sudah membeli premium yang sudah tidak disubsidi. Dia menambahkan, sejak zaman Orde Baru, negeri ini juga sudah menggunakan premium.
"Malah di bawah RON 88, namun hingga saat ini belum terdengar adanya penelitian tentang dampak penggunaan premium itu," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (18/4/2015).
Selain itu, pemerintah juga belum pernah menjelaskan dan tidak bisa membuktikan ke publik adanya masalah lingkungan karena digunakannya premium RON-nya 88 apalagi di bawah RON 88.
"Amerika Serikat (AS), Rusia, Mesir dan beberapa negara lain hingga saat ini juga masih menggunakan BBM sejenis premium RON di bawah 88. Jadi jika premium dinyatakan sebagai BBM yang tidak ramah lingkungan, kenapa negara besar itu, masih menggunakan premium," ujarnya.
Dia menambahkan, jika alasan mengganti premium dengan Pertalite karena alasan importasi dan mencurigai hanya pihak tertentu saja yang bisa memasok RON 88, maka hal itu seharusnya dikesampingkan karena pemerintah tidak lagi menanggung beban pembelian premium, karena sudah tidak disubsidi lagi.
"Tetapi kenyataannya, baik premium, pertalite, dan pertamax tetap saja masih mengandalkan impor sehingga tetap saja ada peluang bagi 'pengusaha hitam' untuk bermain dalam pasokan BBM tersebut, dan tetap bergantung kepada pemasok luar negeri," ujarnya.
Harusnya, menurut Sofyano pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap tender pembelian atau pengadaan premium RON 88 itu, seperti dengan menangani secara langsung pembelian BBM tersebut, serta tidak menyerahkannya ke Pertamina, guna menghilangkan kecurian tersebut.
"Jika alasan pemerintah bahwa premium tidak ramah lingkungan sehingga diganti dengan Pertalite, maka harus bisa dibuktikan premium telah merusak lingkungan, karena BBM itu sudah digunakan sejak puluhan tahun oleh rakyat di NKRI," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (18/4/2015).
Sofyano menjelaskan Pertalite adalah BBM dengan RON 90 yang harganya akan di atas premium RON 88 dan di bawah harga Pertamax RON 92. Artinya, dari sisi harga maka Pertalite akan lebih mahal dari premium.
"Jika peluncuran Pertalite dimaksudkan pemerintah untuk menggantikan BBM jenis premium, maka itu dapat dinilai publik sebagai 'akal akalannya' pemerintah untuk menaikan harga jual BBM sejenis premium, dan akan kembali memberatkan beban keuangan rakyat," ungkap Sofyano.
PT Pertamina (Persero) akan meluncurkan produk bahan bakar minyak (BBM) baru, Pertalite, di beberapa kota besar Indonesia. BBM baru ini memiliki kadar oktan lebih tinggi dari RON 88 (premium).
Ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro menilai konversi BBM ke gas lebih strategis dan urgent dibandingkan mempersiapkan BBM varian baru.
"Kenapa kita (pemerintah) tidak memanfaatkan dan menggenjot konversi gas? Perpindahan BBM ke gas jauh lebih urgent dan strategis," ujar mantan staf ahli gubernur DIY bidang ekonomi ini saat dihubungi di Yogyakarta, seperti diberitakan Sabtu (18/4/2015).
Dia pun meminta agar pemerintah berfikir jangka panjang dan mengambil kebijakan untuk jangka panjang.
"Coba berfikir jangka panjang. Menurut ahli, energi fosil akan habis dalam 10 tahun mendatang. Sedangkan energi dari gas baru akan habis 40 tahun lagi. Menurut saya lebih baik menyiapkan gas konverter, kalau kita siapkan dengan gerakan nasional, kita bisa berhemat lebih banyak untuk jangka 10 taun ke depan," beber guru besar ilmu ekonomi UGM ini.
Hingga kini, PT Pertamina (Persero) masih dalam proses persiapan peluncuran Pertalite. Awalnya Pertalite akan muncul di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Keputusan memunculkan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru yakni pertalite, bukan sebagai bentuk adanya inovasi pelayanan yang dilakukan PT Pertamina (persero) kepada masyarakat.
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menyebut, PT Pertamina hanya menggabungkan antara premium dengan pertamax, sehingga muncul bbm jenis pertalite.
"Jadi tidak ada inovasi, karena hanya mencampur antara ron 88 dengan ron 92 jadi lah ron 90. Ini pertalite juga jadi tanggung," kata Faisal Basri dalam Bicang Pagi Metro Tv, Jakarta, Minggu (19/4/2015).
Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Wardika menilai keputusan PT Pertamina memunculkan pertalite bukan langkah cerdas. Karena harus menumpuk enam jenis BBM dalam satu SPBU.
Apalagi, kata dia, bahan yang digunakan merupakan hanya campuran antara premium dan pertamax.
"Pertamina jangan sampai rakyat dibuat kelinci percobaan, karena di dunia mana ada satu SPBU yang menjual enam produk. Kalau saya bilang ini sungguh tidak cerdas," kata Kardaya.
Sementara itu, Vice President for Corporate Communication PT Pertamina Wianda Pusponegoro menilai keputusan PT Pertamina memunculkan BBM jenis pertalite yang memiliki ron 90, untuk memberikan inovasi kepada masyarakat.
Apalagi, kata dia, kendaraan saat ini sudah sangat membutuhkan adanya BBM yang memiliki ron diatas 88 dengan harga yang terjangkau.
"Pertamina ingin lebih melakukan inovasi dengan produk baru. Ini sesuatu bbm jenis baru. Trendnya kosumsi BBM sendiri sudah di ron 90, ini trend yang baik," ujar dia.
Oleh karena itu, ia pun berharap munculnya BBM jenis pertalite ini bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.
"Ini juga tidak serta merta menghapuskan premium. Kita berharap (pertalite) bisa diterima dengan baik. Kita akan lihat bagaimana distribusi yang lebih tepat. Tapi premium masih bisa dinikmati masyarakat," kata dia.
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite muncul karena sikap pemerintah yang tidak konsisten terhadap kebijakan pencabutan subsidi BBM jenis premium. PT Pertamina pun mengalami kerugian atas kebijakan tak konsisten itu.
"Ini kan fakta dalam APBN yang diketok tidak ada lagi subsidi (premium), tapi ternyata harga yang ditentukan pemerintah membuat Pertamina rugi yang seharusnya Rp8.000 tapi dipaksakan di harga Rp7.400," kata Faisal Basri dalam Bincang Pagi Metro TV, Minggu (19/4/2015).
Sebab, kata dia, PT Pertamina harus dibebani selisih harga sekitar Rp600 yang seharusnya menjadi beban pemerintah melalui subsidi.
"Kalau dulu subsidi itu pemerintah yang bayar. Tapi karena pemerintah sudah memutuskan tidak ada subsidi, jadi yang membayar diserahkan kepada Pertamina. Kesalahannya karena pemerintah tidak konsisten. Makanya muncul ini pertalite," tegas Faisal.
Menurut dia, pemerintah selama konsisten, kebjijakan tak terlalu bagus pun masih bisa diterima. "Kebijakan itu lebih baik jelek tapi konsisten, dari pada bagus tapi berubah-ubah. Karena jelek konsisten akan jadi apa-apa dibandingkan bagus tapi berubah-ubah yang tak akan jadi apa-apa," tandas dia.
PT Pertamina (Persero) akan meluncurkan produk bensin terbaru yakni Pertalite RON 90. Bahan Bakar Minyak (BBM) ini akan menggantikan Premium meski kualitasnya tidak sebaik Pertamax yang punya RON 92.
Apa Pertamina sudah memperhitungkan peralihan konsumen dari Pertamax ke Pertalite?
"Makanya kami melakukan persiapan sebaik-baiknya. Lampu hijau dari pemerintah sudah ada, termasuk paket marketing communication," ujar Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang kepada detikFinance, Jumat (17/4/2015).
Bambang menambahkan, pihaknya sama sekali tidak khawatir bila pengguna Pertamax akan beralih ke Pertalite. Yang penting masyarakat sudah tidak bisa beralih ke Premium.
"Nggak apa, daripada ke harus ke Premium. Masyarakat Indonesia memang sangat sensitif dengan harga. Namun, masing-masing varian BBM yang dijual ke masyarakat pasti memiliki kualitas tersendiri, tinggal masyarakat yang pilih. Harapan kita pengguna Premium beralih ke Pertalite atau Pertamax. Sehingga target pemerintah Premium hapus secara bertahap dalam waktu dua tahun bisa tercapai," jelasnya.
(http://indonesian.irib.ir/editorial/cakrawala/item/94572-rencana-pemerintah-pasarkan-pertalite,-bbm-produk-baru)
EFEK MOTOR YAMAHA DIISI PERTALITE
PT Pertamina (Persero) beberapa waktu lalu secara resmi meluncurkan bahan bakar minyak jenis baru dengan kadar oktan (RON) 90. Bahan bakar itu yakni Pertalite.
Banyak pihak pun kemudian bertanya, apakah kendaraannya cocok dengan bahan bakar yang saat ini dijual dengan banderol promosi Rp.8.400 per liter tersebut.
Menanggapi hal tersebut, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) menyatakan bahwa produk-produknya aman jika menenggak bensin Pertalite.
”Semua motor produksi Yamaha Indonesia cocok menggunakan Pertalite, termasuk yang berteknologi Blue Core. Apalagi dengan teknologi Blue Core, sinkron dengan kelebihan Pertalite seperti oktan tinggi, pembakaran efisien,” kata Mohammad Masykur, Asisstant General Manager (GM) Marketing PT YIMM dalam keterangan resminya, Senin 27 Juli 2015.
Ia mengatakan, Yamaha mendukung konsumennya untuk menggunakan Pertalite sebagai bahan bakar kendaraannya. Efeknya kata Maskur, tidak menimbulkan kotoran atau kerak pada mesin, ramah lingkungan, serta mesin lebih bertenaga dan halus.
Berikut spesifikasi Pertalite berdasarkan keputusan Dirjen Migas No 313.K/10/DJM.T/2013:
1. Bilangan oktana : 90
2. Stabilitas oksidasi : 360 menit
3. Kandungan sulfur : 0,05 persen m/m atau setara 500 ppm
4. Tidak ada kandungan timbal
5. Tidak ada kandungan logam
6. Kandungan oksigen 2,7 persen m/m
7. Warna hijau
8. Kandungan pewarna 0,13 gram per 100 liter
9. Berat jenis minimal 715 kg/m3 maksimal 770 kg/m3
Bagaimana pendapat anda ? Silahkan anda tuliskan pada kotak komentar di bawah .....
Silahkan meninggalkan komentar yang sesuai dengan artikel di atas, komentar anda sangat berguna bagi perkembangan blog ini di masa-masa mendatang.
Mohon jangan melakukan spam, atau promosi produk atau apapun yang tergolong hal-hal negatif
Mohon maaf bilamana terjadi keterlambatan balasan komentar.