Info Blog. “Tembok batu merah tebal lagi tinggi mengitari keraton. Itulah benteng Keraton Majapahit. Pintu besar di sebelah barat yang disebut “Purawaktra” menghadap ke lapangan luas. Di tengah lapangan itu mengalir parit yang mengelilingi lapangan. Di tepi benteng “Brahmastana”, berderet-deret memanjang dan berbagai-bagai bentuknya. Di situlah tempat tunggu para perwira yang sedang meronda menjaga Paseban”. -Nagarakretagama
Cuplikan dari Nagarakretagama yang menggambarkan salah satu bagian dari ibukota Majapahit seperti yang digambarkan oleh Prapanca. Di mana reruntuhannya? Sebagian besar para pakar arkeologi memercayai dan menempatkannya di Trowulan.
Mengapa Trowulan? Hal ini bermula dari penelitian yang dilakukan oleh Wardenaar atas perintah Raffles pada 1815 untuk mengamati tinggalan arkeologi di daerah Mojokerto. Dalam laporannya ia selalu menyebutkan, “in het bosch van Majapahit” untuk tinggalan budaya yang ditemukan di Mojokerto, khususnya Trowulan.
Sketsa-rekonstruksi-Kota-Majapahit-oleh-Maclaine-PontUraian Nagarakretagama tentang Kota Majapahit telah dicari lokasinya di lapangan oleh Maclains Pont pada tahun 1924-1926. Ia berhasil membuat sketsa “kota” Majapahit di Situs Trowulan. Benteng kota Majapahit digambarkan dalam bentuk jaringan jalan dan tembok keliling yang membentuk blok-blok empat persegi.
Cuplikan dari Nagarakretagama yang menggambarkan salah satu bagian dari ibukota Majapahit seperti yang digambarkan oleh Prapanca. Di mana reruntuhannya? Sebagian besar para pakar arkeologi memercayai dan menempatkannya di Trowulan.
Mengapa Trowulan? Hal ini bermula dari penelitian yang dilakukan oleh Wardenaar atas perintah Raffles pada 1815 untuk mengamati tinggalan arkeologi di daerah Mojokerto. Dalam laporannya ia selalu menyebutkan, “in het bosch van Majapahit” untuk tinggalan budaya yang ditemukan di Mojokerto, khususnya Trowulan.
Sketsa-rekonstruksi-Kota-Majapahit-oleh-Maclaine-PontUraian Nagarakretagama tentang Kota Majapahit telah dicari lokasinya di lapangan oleh Maclains Pont pada tahun 1924-1926. Ia berhasil membuat sketsa “kota” Majapahit di Situs Trowulan. Benteng kota Majapahit digambarkan dalam bentuk jaringan jalan dan tembok keliling yang membentuk blok-blok empat persegi.
Secara makro, bentuk Kota Majapahit menyerupai bentuk mandala candi berdenah segi empat dan terdapat gapura masuk di keempat sisinya, sedangkan keraton terletak di tengah-tengah. Selain itu terdapat kediaman para prajurit dan punggawa, pejabat pemerintah pusat, para menteri, pemimpin keagamaan, para kesatria, paseban, lapangan Bubat, kolam segaran, tempat pemandian, dan lain-lain.
Istana dan Raja di Kota Majapahit
Ilustrasi-istana MajapahitBerita Cina yang ditulis oleh Ma Huan sewaktu mengikuti perjalanan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) ke Jawa memberikan penjelasan mengenai keadaan masyarakat Majapahit pada abad XV. Antara lain, bahwa kota Majapahit terletak di pedalaman Jawa. Istana raja dikelilingi tembok tinggi lebih dari 3 zhang. Pada salah satu sisinya terdapat “pintu gerbang yang berat” (mungkin terbuat dari logam). Tinggi atap bangunan antara 4-5 zhang, gentengnya terbuat dari papan kayu yang bercelah-celah (sirap).
Raja Majapahit tinggal di istana, kadang-kadang tanpa mahkota, tetapi sering kali memakai mahkota yang terbuat dari emas dan berhias kembang emas. Raja memakai kain dan selendang tanpa alas kaki, dan ke mana pun pergi selalu memakai satu atau dua bilah keris. Apabila raja keluar istana, biasanya menaiki gajah atau kereta yang ditarik lembu.
Penduduk Majapahit berpenduduk sekitar 200-300 keluarga. Penduduk memakai kain dan baju, kaum lelaki berambut panjang dan terurai, sedangkan perempuannya bersanggul. Setiap anak laki-laki selalu membawa keris yang terbuat dari emas, cula badak, atau gading.
Tata Kota Majapahit
Kerajaan Majapahit, selain mempunyai ibu kota sebagai pusat pemerintahan dan tempat kedudukan raja serta para pejabat kerajaan, juga merupakan pusat magis bagi seluruh kerajaan. Ditinjau dari konsep kosmologi, wujud ibukota Majapahit dianggap sebagai perwujudan jagad raya, sedangkan raja identik dengan dewa tertinggi yang bersemayam di puncak Gunung Mahameru (Semeru).
Keberadaan Kota Majapahit menurut konsep tersebut memiliki tiga unsur, yaitu:
1. unsur gunung (replikanya dibentuk candi),
2. unsur sungai (replikannya dibentuk kanal),
3. unsur laut (replikanya dibentuk waduk).
Nagarakretagama menyebutkan bahwa susunan bangunan di istana meliputi tempat tinggal raja dan keluarganya, lapangan manguntur, pemukiman para pendeta, dan rumah-rumah jaga pegawai kerajaan.
Rumah di dalam istana indah, bagus, dan kuat. Ibu kota kerajaan Majapahit dikelilingi oleh raja-raja daerah dan kota-kota lain. Di sekitar istana tempat kedudukan raja terdapat tempat-tempat kedudukan raja-raja daerah (paduka bhatara) serta para pajabat/pembesar kerajaan.
Pupuh VIII
1. Tersebut keajaiban kota: tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura. Pintu barat
bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon
brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam. Di situlah
tempat tunggu para tanda, terus menerus meronda menjaga paseban.
2. Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir. Di sebelah
timur: panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat. Di bagian utara, di
selatan pecan, rumah berjejal jauh memanjang, sangat indah. Di Selatan jalan perempat:
balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra.
3. Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap padang
watangan. Yang meluas ke empat arah; bagian utara paseban pujangga dan menteri.
Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buddha, yang bertugas membahas upacara.
Pada masa gerhana bulan Palguna, demi keselamatan seluruh dunia.
4. Di sebelah timur, pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil Siwa. Di selatan
tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap panggung korban. Bertegak
di halaman sebelah barat; di utara tempat Buddha bersusun tiga. Puncaknya penuh
berukir; berhamburan bunga waktu raja turun berkorban.
5. Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat dengan pintu, itulah paseban. Rumah
bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga lebat. Agak jauh di
sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira. Tepat di tengah-
tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai berkicau.
6. Di dalam, di selatan, ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura yang kedua.
Dibuat bertingkat-tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri. Semua
balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela. Para prajurit silih
berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar tutur.
bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon
brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam. Di situlah
tempat tunggu para tanda, terus menerus meronda menjaga paseban.
2. Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir. Di sebelah
timur: panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat. Di bagian utara, di
selatan pecan, rumah berjejal jauh memanjang, sangat indah. Di Selatan jalan perempat:
balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra.
3. Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap padang
watangan. Yang meluas ke empat arah; bagian utara paseban pujangga dan menteri.
Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buddha, yang bertugas membahas upacara.
Pada masa gerhana bulan Palguna, demi keselamatan seluruh dunia.
4. Di sebelah timur, pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil Siwa. Di selatan
tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap panggung korban. Bertegak
di halaman sebelah barat; di utara tempat Buddha bersusun tiga. Puncaknya penuh
berukir; berhamburan bunga waktu raja turun berkorban.
5. Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat dengan pintu, itulah paseban. Rumah
bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga lebat. Agak jauh di
sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira. Tepat di tengah-
tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai berkicau.
6. Di dalam, di selatan, ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura yang kedua.
Dibuat bertingkat-tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri. Semua
balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela. Para prajurit silih
berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar tutur.
Pupuh XII
1. Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng. Timur tempat tinggal
pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja. Selatan Buddha-sangga dengan
Rangkanadi sebagai pemuka. Barat tempat para arya, menteri, dan sanak-kadang
adiraja.
2. Di timur tersekat lapangan, menjulang istana ajaib. Raja Wengker dan rani Daha
penaka Indra dan Dewi Saci. Berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani
Lasem. Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta.
3. Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi. Di situ menetap patih Daha,
adinda Sri Paduka di Wengker. Batara Narpati, termashur sebagai tulang punggung
praja. Cinta-taat kepada raja, perwira, sangat tangkas dan bijak.
4. Di timur laut, rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada. Menteri wira, bijaksana,
setia bakti kepada negara. Fasih bicara, teguh tangkas, tenang, tegas, cerdik, lagi
jujur. Tangan kanan maharaja sebagai penggerak roda negara.
5. Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus. Sebelah timur perumahan
Siwa, sebelah barat Buddha. Terlangkahi rumah para menteri, para arya, dan satria.
Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura.
6. Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang. Menandingi bulan
dan matahari, indah tanpa upama. Negara-negara di Nusantara dengan Daha bagai
pemuka. Tunduk menengadah, berlindung di bawah kuasa Wilwatikta.
Tatakota dan seni Bangunan
Gambaran tentang tata kota dan seni bangunan jaman majapahit dapat diperoleh dari kitab-kitab kesussasteraan, relief-relief bangunan atau benda-benda purbakala yang merupakan unsur pendukung suatu bangunan.
Berdsarkan kitab Nagarakratagama yang dikarang oleh Prapanca pada tahun 1365 Masehi dapat diketahui tentang tata letak kota Majapahit pada jaman keemasannya. Kiranya tidak perlu kamis sebutkan secara terperinci bagaimana letak kota atau istana Majapahititu, tetapi cukup lah kami sebutkan bahwa istana raja masa itu sudah sangat teratur, kompleks istana berpagar tembok batu bata yang tebal lagi tinggi, di luar tembok terdapat parit keliling yang dalam dan di sebelah barat terdapat jalan raya. Gapura pintu masuk ada dua ialah disebelah barat dan di sebelah utara.
Pintu gapura sebelah utara dibuat dari besi yang dipahat sangat cermat dan di luar gapura utara terdapat pasar, alun-alun, serta bangunan-bangunan tempat pertemuan pada bulan Caitra kalender perhitungan “bulan” yang jatuh bulan Maret-April menurut perhitungan Masehi.
Tempat tinggal patih, pasukan serta beberapa golongan bangsawan terletak di luar tembok, sedang raja dan keluarganya di dalam kompleks istana yang tersendiri. Di dalam istana terdapat bangunan-bangunan tempat tinggal para putera dan permaisuri, ayah, serta pembantu raja (bhrtya).
Di bagian dalam ini juga terdapat bangunan-bangunan besar disebut Siti HInggil yaitu tempat raja menerima tamu-tamu kerajaan. Kita tidak dapat menegtahui secara pasti bagaimana bentuk bangunan-bangunan masa itu, tetapi berdasarkan kitab-kitab kesusasteraan atau relief-relief candi dapatlah kita mengelompokan bangunan tersebut menurut bahanya menjadi dua kelompok yaitu bangunan kau yang profane dan buannan dari batu atau batu bata yang sampai sekarang beberapa masih bisa kita lihat.
Bangunan kayu dari masa itu sekarang sudah tidak kita temukan lagi kecuali bekas-bekasnya yang berupa umpak-umpak batu masih kita dapatkan di daerah Trowulan. Salah satu peninggalan umpak yang tampaknya masih pada tempatnya ditemukan di desa Sentanareja, Trowulan.
Umpak-umpak tersebut berdiameter tidak kurang dari 50cm dan jumlahnya tidak kurang dari buah 20 buah. Melihat ukuran serta jumlahnya yang cukup besar itu dapatlah dibayangkan bahwa bangunan tersebut sangat besar. Petunjuk lain tentang adanya konstruksi bangunan kayu masa itu dapat pula diketahui pada relief-relief candi masa Majapahit baik yang ditemukan di Jawa Tengah maupun JAwa Timur. Bangunan-bangunan tersebut digambarkan mulai dari bentuk rumah bertiang satu hingga bertiang dua belas.
Bangunan-bangunan semacam itu tidak seluruhnya merupakan bangunan tempat tinggal tetapi juga ada yang merupakan bangunan pemujaan. Banyak pula di antara bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan panggung. Kemungkinan besar bangunan atau kompleks pekarangan masa itu antara yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok keliling. Dari segi keindahan mereka juga telah mengenal sistem pertamanan.
Bangunan konstruksi batu atau batu bata pada jaman Majapahit berupa gapura-gapura, candi-candi atau pertirtaan. Tidak berbeda dengan masa sebelumnya, bangunan yang disebut candi-candi itu adalah bangunan bangunan suci, tempat pendarmaan seorang raja, ratu, atau tokoh penting masa itu. Candi-candi pada jaman Majapahit memiliki ciri-ciri bangunan induknya terletak di belakang, bentuknya menyerupai teras berundak dengan tiga halaman pokok.
Bangunan semacam ini mengingatkan pada bentuk-benttuk bangunan berteras dari masa prasejarah. Banyak sarjanaberpendapat bahwa pada masa itu unsur pemujaan pada arwah-arwah nenek moyang menduduki tempat yang paling penting di dalam kehidupan masyarakat Majapahit.
Pada candi induknya umumnya diletakan lingga dan yoni ialah aspek lain dari siwa dan Parwati yang melambangkan perpaduan antara unsur laki-laki dan wanita. Menurut kepercayaan perpaduan kedua unsur tersebut akan menciptakan keseburan dan kehidupan. Beberapa contoh bangunan berteras semacam ini misalnya candi Penataran di Blitar, Candi Sukuh dan Candi Ceto di daerah lereng barat Gunung Lawu di daerah Sukoharjo Jawa Tengah.
Gapura peninggalan zaman Majapahit sekarang masih kita dapatkan di daerah Trowulan dikenal gapura Wringinlawang dan Gapura Bajang Ratu. Gapura Wringin Lawang pada dasarnya adalah gapura atau bentuk candi yang terbelah menjadi dua, disebut dengan istilah gapura candi bentar.
Gapura Bajang Ratu disebut jug dengan istilah gapura padaruksa yaitu bentuk gapura yang bagian atasnya terpadu seolah-olah menyerupai bentuk candi. Pada dinding gapura Bajang Ratu kita dapatkan relief Sri Tanjung serta episode tentang peperangan Kumbakarna melawan pasukan kera dalam cerita Ramayana. Candi Brahu yang terletak di trowulan di dalam cerita penduduk memiliki cerita tersendiri. Disebutkan bahwa bangunan ini dahulunya dianggap sebagai tempat untuk pembakaran jenazah raja-raja Majapahit.
Kata Brahu dihubungkan dengan kata abu atau perabuan. Pendapat beberapa sarjana mengatakan bahwa candi pada dasarnya adalah bangunan pemakaman tetapi pendapat terakhir menyimpulkan bahwa candi dalah bangunan pemujaan atau kuil pemujaan seperti halnya kuil-kuil pemujaan di Bali Jaman sekarang.
Di samping karya-karya seni yang bersifat monumental, pada zaman Majapahit juga dihasilkan benda-benda terakota atau tanah liat bakar. Benda-benda semacam ini umumnya menggambarkan bentuk-bentuk miniature suatu candi, rumah, lukisan alam, unsur bangunan atau bentuk manusia dan hewan.
Kendatipun kita tidak dapat mengatakan dengan pasti fungsi dari benda-benda semacam itu namun dapatlah diperkirakan bahwa benda-benda itu dipergunakan sebagai alat-alat komunikasi atau sebagai perantara seorang dalam menyampaikan pesan atau gagasan-gagasan pada orang lain; tentang apa yang mereka kenal dan ketahui, serta perlu mereka perkenalkan kepada orang lain.
1 komentar:
Di mana yah letak Kraton Kerajaan Majapahit yang sebenarnya ...., belum ditemukan kali yah .... ?
BalasSilahkan meninggalkan komentar yang sesuai dengan artikel di atas, komentar anda sangat berguna bagi perkembangan blog ini di masa-masa mendatang.
Mohon jangan melakukan spam, atau promosi produk atau apapun yang tergolong hal-hal negatif
Mohon maaf bilamana terjadi keterlambatan balasan komentar.